by Abu Hanifah
Tidak ada salahnya, sekali sekala kita merendahkan diri untuk belajar dari makhluk-makhluk Allah yang kecil. Bahkan itulah yang dituntut kepada kita, dengan kerendahan jiwa barulah kita dapat benar-benar merasai kebesaran dan keagungan Allah SWT. Allah SWT tentunya tidak menjadi semua ciptaanNya untuk tujuan main-main atau sia-sia. Lukisan alam yang begitu indah ini adalah gambaran seni dan rapinya ciptaan Allah tetapi manusia yang selalu leka dan lupa diri sentiasa lupa untuk bersyukur. Kata Said nursi Badi’uzzaman kita kagumkan lukisan tetapi kita lupa kehebatan Pelukisnya.
Sesungguhnya alam yang terbentang luas ini, kata syed Qutb merupakan kitab Rubbubiyyah yang terbentang. Sekiranya kita membuka lembarannya satu demi satu maka kita akan dapat memahami kehebatan Allah SWT. Bahkan ilmu Allah pun tak mampu kita taksir.
Cukuplah kali ini kalau kita melihat rama-rama. Makhluk kecil yang selalu kita terlepas pandang kewujudannya. Ya, rama-rama kecil yang berterbangan di sana sini. Mungkin tidak ramai yang tak sempat untuk mengkagumi seni dan keindahannya. Warna dan coraknya begitu indah dan serasi.
Saya begitu tertarik dengan gambaran penyair Tunisia, Ahmad Mukhtar yang dikemukakan oleh Muhammad Ahmad Ar Rasyid di dalam kitab dakwahnya iaitu Al Muntalaq. Kata-kata yang ringkas tetapi memiliki makna yang cukup mendalam. Tak hairanlah kalau saya tak jemu-jemu membacanya berulang kali.
Tenang dalam diamnya,
Lebih jelas dari orang yang berbicara.
Memang kecantikan rama-rama tidak lagi dapat dinafikan oleh sesiapa jua yang memiliki mata dan jiwa. Tidak ada bunyi yang dikeluarkan tetapi kita sering saja merasakan kehadirannya. Katakan ada seekor rama-rama yang tersesat masuk ke dalam kelas, rumah atau pejabat kita maka seluruh mata akan tertumpu padanya.
Begitulah syakhsiyah seorang mukmin; pendiam, selalu berfikir, merenung dengan tenang, tidak banyak bicara tetapi diliputi kewibawaan yang berpengaruh. Hati-hati merasa terisi dengan kehadirannya, suasana terasa sunyi tanpanya, majlis semakin bermakna melihat ketibaannya dan jiwa-jiwa menumpang ketenangan dari raut wajahnya. Mukmin itu ibarat permata beserta kilauan keindahannya, ketika bersendirianpun cahayanya begitu jelas dan indah maka apatah lagi apabila permata permata itu dikumpulkan makin terserlah dan indah cahayanya. Segala tingkah lakunya adalah qudwah bahkan diamnya pun menjadi sumber tarbiah.
Bila diamnya terlalu lama,
Tergugahlah ia oleh keharusannya untuk bergerak.
Diam dan istirehat itu adalah sunnah kehidupan, namun seorang mukmin tidak menjadikannya sebagai alasan untuk bermalasan, santai dan lalai melainkan sekadar memenuhi keperluan badani. Bermodalkan ilmu dan keimanan serta semangat dan keazaman, jiwanya sentiasa terdorong untuk beramal.
Namun syaithan tidak pernah mungkir dan lalai dengan janjinya untuk menyesatkan anak-anak Adam. Jiwa seorang mukmin sering tergugah dengan pujian dan sanjungan. Kilauan dunia hampir-hampir menjadikannya lalai dan leka dengan tujuan hidupnya yang hakiki. Namun dengan keimanan yang tertanam dijiwa dan rahmat Allah yang Maha Penyayang sering menjadikannya tersedar dan insaf. Itulah jiwa mukmin, seperti rama-rama yang kadang-kadang terpaku dengan kilauan air yang menjadikannya ta'jub terhadap keindahan dirinya.
Betapa sering ia melihat bayangan dirinya,Yang terpantul dari riak air,Seakan-akan bintang yang berkilauan,Sedang permukaan air adalah cakrawalanya.
Ia terbang mengelilinginya,Menatapinya dan merindukan seandainya dapat hinggap padanya,Akan tetapi hampir saja ia binasa tenggelam,Andai dirinya tidak segera sedar.
Itulah gambaran jiwa yang beriman,Mustahil membodohi dirinya,Jelas sekali perbezaan antara kesesatan dan petunjuk baginya.
No comments:
Post a Comment